Selasa, 23 April 2013

Tulisan 3, kesehatan mental (tugas 2)


Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Atau mudahnya coping berarti ciri-ciri atau cara individu dalam menghadapi tekanan atau situasi menekan.  Seorang ahli medis bernama ZJ Lipowski dalam penelitiannya memberikan definisi mekanisme coping:  “all cognitive and motor activities which a sick person employs to preserve his bodily and psychic integrity, to recover reversibly, impaired function and compensate to limit for any irreversible impairment.” (artinya: semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan).
Mekanisme coping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi baik dalam dirinya ataupun lingkungannya, serta respon terhadap situasi yang mengancam dirinya. Ini terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamen individu dan persepsinya masing-masing.

Pengertian dari jenis-jenis coping



Jenis-jenis coping terbagi dua, yang pertama adalah emotional focus coping dan yang kedua adalah problem focus coping. Berikut akan dijelaskan secara lebih jelas :
a.    Emotional focus Coping
Emotional focus coping digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Biasanya ini dilakukan melalui perilaku individu, seperti: penggunaan rokok, intinya bagaimana menghilangkan fakta - fakta yang tidak menyenangkan dengan melalui strategi yang kognitif. Bila individu tidak mampu  mengubah kondisi yang ‘stresfull’ atau stresss berat, individu akan cenderung untuk  mengatur emosinya.
b.    Problem focus Coping
problem focus coping digunakan untuk mengurangi stressor (penyebab-penyebab stress), individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru yang belum pernah ia lakukan. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila yakin akan dapat merubah situasi lebih baik lagi. Coping dibagi dua bagian, yaitu memfokuskan pada pemecahan masalah dan yang kedua memfokuskan pada emosi pribadi individu. Jenis-jenis coping yang memfokuskan pada pemecahan masalah berupa :
1.         Keaktifan diri adalah suatu tindakan yang mencoba menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stres atau untuk memperbaiki akibat yang ditimbulkan. Jadi, individu secara aktif bias menghilangkan stress dengan melakukan sesuatu hal yang baginya menarik agar dapat merubah diri jadi lebih baik.
2.        Perencanaan adalah memikirkan tentang bagaimana mengatasi penyebab stress. Seorang individu pasti mempunyai rencana sebelum melakukan sesuatu, agar sesuatu yang ingin dilakukannya berjalan dengan baik dan terencana.
3.        Kontrol diri adalah individu membatasi keterlibatannya dalam
aktivitas persaingan dan tidak terburu-buru untuk mencari alternative lainatau cara lain  untuk mengatasi stressnya.
4.        Mencari dukungan social adalah mencari bantuan seperti informasi, nasihat-nasihat orang yang lebih paham dengan suatu masalah, dan mencari suatu motivasi.
Lalu ada coping yang memfokuskan pada emosi, yaitu berupa :
1.  Mengingkari adalah suatu tindakan atau pengingkaran terhadap suatu masalah. Misalnya kita punya janji lalu kita melupakannya.
2. Penerimaan diri, adalah suatu situasi yang penuh dengan tekanan sehingga keadaan ini memaksanya untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya kita menerima apapun kondisi yang kita alami dengan lapang dada dan berserah diri pada yang diatas.
3.  Religius, adalah sikap individu untuk menenangkan dan menyelesaikan masalah-masalah secara keagamaan. Misalnya dengan mengikuti acara-acara keagamaan misalnya pengajian agar hidup kita menjadi tenang, tentram dan damai.
Jenis-Jenis Coping yang Konstruktif dan Positif



a. coping yang konstruktif
Pertama adalah escape, escape adala usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah dan beralih pada hal-hal yang tidak baik, seperti mabuk-mabukan. Kedua adalah accepteance. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi yang dapat memecahkan masalah, maka lebih memilih pasrah pada yang terjadi dan menerimanya dengan lapang dada. Ketiga adalah avoidance. Avoidance adalah individu berusaha menyanggah dan mengingkari serta melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya. Dengan mencari suatu hal baru. Terakhir adalah avoidant coping. Avoidant coping adalah strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stress dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stress.
b.    Coping yang positif
Pertama adalah active coping, ini adalah strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stress.intinya individu megubah pandangan suatu stressnya dengan sebuah pandangan baru yang lebih bermakna. Kedua adalah problem solving focused coping, ini adalah individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk mehilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress. Misalnya dengan memita bantuan orang lain. Ketiga adalah distancing, ini adalah usaha untuk menghindari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positif dan menganggap sepele suatu masalah. Keempat adalah planful problem solving, ini adalah individu membentuk suatu strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress dengan melibatkan tindakan yang teliti, hati-hati, bertahap, dan bersifat analitis. Kelima adalah positive reappraisal ini adalah usaha untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri dan melibatkan hal-hal religi atau keagamaan. Keenam adalah self control atau control diri, ini adalah suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, tidak ceroboh mengambil suatu tindakan. Ketujuh adalah emotion focused coping, ini berarti melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam penyesuaian diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh kondisi yang penuh tekanan. Kedelapan adalah seeking social support, ini berarti suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi masalah dengan cara mencari dukungan sosial pada keluarga atau lingkungan sekitar, berupa perhatian atau sebuah kasih sayang. Dan yang terakhir adalah positive reinterpretation, ini berarti respon dari individu dengan cara merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya atau mencoba mengambil pandangan positif (lebih bermakna) dari sebuah masalah.
Sumber:
Basuki, S. A.M Heru.2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-dyasdindan-5184-3-bab2.pdf

Tulisan 2, Kesehatan Mental (tugas 2)


Pengertian Stress



Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Arti penting stress
Istilah stres ditemukan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stress dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang diakibatkan oleh berbagai faktor psikologis, faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stress tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989).
Efek-efek Stress menurut Hans Selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Berikut adalah beberapa efek dari stress:
1.     Local Adaptation Stres.
Local Adaptation Stress adalah ketika tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek. Karakteristik dari LAS adalah respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system, respon bersifat adaptif sehingga diperlukan stresor untuk menstimulasinya, respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus, dan respon bersifat restorative.
2.     General Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome adalah istilah penting dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress. Menurutnya ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan aktivitas sistem syaraf simpatetik. Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress itulah yang disebut sebagai General Adaption Syndrome.
GAS terdiri dalam tiga fase :
a. Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor(perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak makan.
Dan Hans Selye membagi stress kedalam 3 tingkatan :
a. Eustress adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang, dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau kondisi menghadapi suatu perkawinan.
b. Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan sehingga tak mampu lagi diatasi
c. Optimal stress atau Neustress adalah stress yang berada antara eustress dan distres, merupakan respon stress yang menekan namun masih seimbang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.
Stres dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan.
Efek fisiologis dari stress menurut Hans Selye, pada tubuh diawali dari nyeri dada, insomnia atau susah tid, nyeri kepala ringan sampai sedang, hipertensi atau tekanan darah tinggi dan menyebabkan nyeri tukak.
Faktor-faktor social dan individual yang menjadi penyebab stress
a.    Faktor sosial
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres. Dukungan sosial mencakup dukungan emosional, seperti rasa dikasihi dan disayangi. Lalu, dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa. Selanjutnya, dukungan informasi misalnya nasehat dan keterangan mengenai masalah tertentu.
b.     Faktor Individual
Biasanya seseorang menjumpai stresor atau penyebab stress didalam lingkungannya. Nah, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu. Yang pertama adaah berapa lamanya (duration) seseorang harus menghadapi stressor. Dan yang kedua adalah seberapa terduganya stresor itu (predictability).
Tipe-tipe Stress Psikologis
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan dalam mengikuti ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang terjadi secara bersamaan diantaranya adalah :
a.    Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.    Konflik
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga tipe :
1. Konflik menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
2. Konflik mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas yang sangat kita sukai.
3. Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan bekerja.
c.    Frustrasi.
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.    Kecemasan
Gelisah, khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok dikelas.




Pendekatan problem solving terhadap stress
Strategi coping yang spontan menghadapi stress :
1.    Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah
Menurut Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2.    Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar:
a.    strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b.    strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress
3.    Berpikir positif dan self-efficacy
Menurut Bandura self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif .
4.    Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar, keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain terutama dengan keluarga dan teman secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.

sumber: 
Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto. Fajar Media Press



           

Tulisan 1, Kesehatan Mental (Tugas 2)


Kepribadian yang sehat
Apa itu kepribadian yang sehat? Dapatkah kita semua menjadi seorang pribadi yang sehat? Sebagai orang yang awam tentunya sangat tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Mungkin kita sampai saat ini belum mengetahui seperti apa kepribadian yang sehat. Berikut adalah berbagai kutipan untuk kita bisa mengetahui apa itu kepribadian yang sehat.
Sejumlah orang di Amerika serikat banyak menyelidiki, mencari, dan menyingkap diri batiniah (dan badan) mereka dalam sensitivity session, T-groups, dan sejumlah encounther therapy lainnya. Para penjahat, pedagang, pecandu obat bius, mahasiswa, guru, anak kecil, orang tua, sampai dewasa bahkan orang gemuk maupun kurus menemukan potensi pengalaman kepribadian mereka yang tidak pernah disadari bahwa mereka memilikinya.
Inti dari kutipan diatas adalah menemukan dan merumuskan suatu kepribadian yang lebih sehat. Fokusnya kearah apa seseorang akan menjadi bukan kearah apa yang telah terjadi. Banyak ahli-ahli psikologi memandang masalah ini kedalam ranah psikologi pertumbuhan dengan teori aliran humanistik, yaitu seseorang yang digambarkan bukan seperti teori aliran psikoanalisis yang selalu melihat ketidaksadaran mereka. Dan bukan seperti mesin layaknya teori dari aliran behaviorisme.
Humanistic memandang individu sebagai suatu organism yang tersusun secara baik, teratur, dengan banyak spontanitas, kegembiraan dan kreativitas. Gambaran ahli psikologi ini merumuskan tentang kodrat manusia adalah selalu optimis dan penuh dengan harapan. Mereka percaya kapasitas kita untuk memperluas, mengembangkan dan memenuhi diri kita dengan kemampuan yang kita miliki. Sehingga menurut mereka manusia mempunyai suatu tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang diperlukan melampaui “normalitas” mereka dapat merealisasikan atau mengaktualisasi diri mereka sendiri melihat dari potensinya. Dengan kata lain, tidak cukup hanya dengan bebas dari sakit secara emosional, dan tidak berperilaku psikotis (gila) untuk menilai seseoang sebagai pribadi yang sehat.
Kita tidak dapat mengetahui secara pasti apa itu kepribadian yang sehat karena masih terdapat sedikit penyesesuaian pendapat yang ada di banyak ahli psikologi yang memandang aliran ini. Disini akan dijelaskan melihat kepribadian yang sehat melalui tokoh tokoh seperti Gordon Allport, Carl Rogers, Abraham Maslow, dan Erich Fromm. Intinya kepribadian sehat adalah tergantung dengan bagaimana cara kita menjadi sesuatu menurut kemampuan yang telah kita miliki.

1)   Gordon Allport dalam ciri-ciri kepribadian yang matang.


Allport mengemukakan ada tujuh criteria kepribadian yang matang, berikut adalah tujuh kriterianya:
a.   Perluasan Perasaan diri
Ketika diri berkembang, maka diri itu meluas menjangkau banyak orang dan benda. Mulanya diri berpusat hanya pada individu. Kemudian ketika pengalaman bertumbuh terus maka diri meluas meliputi nilai-nilai dan cita-cita yang abtsrak. Inilah yang dimaksud dengan orang-orang yang matang. Ia mengembangkan perhatiannya diluar diri..
b.   Hubungan diri yang hangat dengan orang lain
Allport membedakan dua macam kehangatan dalam berhubungan dengan orang lain yaitu kapasitas keintiman dan kapasitas perasaan terharu. Orang yang sehat secara psikologis bisa memperlihatkan keintiman (cinta) terhadap orang terdekatnya seperti orangtua, partner kerja, dan teman akrab. Yang dihasilkan adalah perasaan perluasan diri yang berkembangan dengan baik.
Ada perbedaan antara hubungan cinta orang yang neurotis dengan hubungan cinta kepribadian yang sehat. Orang neurotis menerima banyak cinta daripada kemampuan mereka memberinya. Mereka memberi cinta dengan syarat dan kewajiban yang bersifat timbale balik. Sedangkan cinta orang sehat adalah cinta tanpa syarat dan tidak mengikat.
Kapasitas terharu adalah suatu pemahaman tentang kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang yang sehat menerima kelemahan-kelemahan manusia, sedangkan orang neurotis tidak.
 d. Keamanan emosional
Kepribadian yang sehat mampu menerima emosi-emosi manusia. Mereka dapat mengontrol emosi mereka, sehingga tidak mengganggu aktivitas antar pribadi.
c.   Persepsi realistis
Orang yang sehat memandang diri mereka objektif. Mereka menerima realitas dengan apa adanya. Sedangkan orang yang neurotis mengubah realitas sesuai dengan keinginannya.
d.   Keterampilan dan tugas-tugas
Orang yang sehat dan matang adalah orang yang mampu mengarahkan keterampilan pada pekerjaan mereka.
e.   Pemahaman diri
Kepribadian yang sehat mencapai suatu tingkat pemahaman diri yang lebih tinggi daripada orang-orang yang neurotis. Orang yang memiliki wawasan diri yang lebih baik adalah lebih cerdas daripada orang yang memilki wawasan diri yang kurang.
f.   Filasafat hidup yang mempersatukan
Orang yang sehat melihat kedepan, didorong oleh tujuan dan rencana-rencana jangka panjang. Orang ini mempunyai perasaan akan tujuan dan member kontinuitas pada kepribadian mereka.
Sumber:
Schultz, Duane.1991. Psikologi pertumbuhan (Model
Kepriadian sehat). Yogyakarta: Kanisius
Allport, G. 1960. Personality and social encounter.
Boston: Bacon Press 

2) Orang yang berfungsi sepenuhnya oleh Carl Rogers

Menurut carl rogers setiap anak pada masa kecil pasti memiliki self concept (gambaran diri). Ini terbentuk akibat reasi anak dengan orang lain. Dengan mengamati reaksi orang lain terhadap tingkah lakunya, anak mengembangkan gambaran-gambaran diri yang konsisten. Cara-cara khusus bagaimana diri berkembang dan menjadi sehat atau tidak tergantung cinta yang diterima ketika masih kecil.
Rogers menyebutnya sebagai positif regards atau penghargaan positif. Self concept juga sangat dipengaruhi oleh ibu. Kasih sayang dan cinta yang diterima anak adalah syarat terhadap tingkah laku yang baik. Karena anak mengembangkan ini maka anak akan menginternlisasi sikap ibu.
Anak harus menghindari tingkah laku atau pikiran dalam cara yang menyebabkan celaan atau penolakan oleh standar yang diambil oleh anak dari ibunya. Karena tingkh laku yang salah menyebabkan anak merasa tidak berharga. Rogers menegaskan diri adalah dalam dan luas, karena diri itu mengandung semua pikiran dan perasaan yang mampu diungkapkan orang itu. Diri itu juga fleksibel dan terbuka kepada semua pengalaman baru. Intinya semua orang bebas ntuk mengaktualisasikan diri mereka untuk mengembangkan potensinya. Dan setelah aktualisasi berlangsung, orang itu dapat menjadi orang yang berfungsi sepenunya.

Sumber:
Schultz, Duane.1991. Psikologi pertumbuhan (Model
Kepriadian sehat). Yogyakarta: Kanisius 

3)   Hierarki kebutuhan hingga mencapai aktualisasi diri oleh Abraham Maslow

Abraham maslow dikenal sebagai pelopor psikologi aliran humanistic. Maslow percaya manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teori yang paling terkenal adalah hierarki of needs atau hierarki kebutuhan. Latar belakangnya kemunculan hierarki ini adalah pengalaman hidup dan keluarganya. Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan kuat untuk merealisasikan potensi dalam dirinya. Maslow memberikan focus penelitiannya kepada manusia yang sehat bukan terhadap manusia yang bermasalah.Puncak pengalaman terjadi jika seorang manusia bias menyeimbangkan dirinya dengan lingkungan.
       
Maslow menggunakan piramida sebagai visualisasi teorinya tentang hierarki kebutuhan. Menurut maslow manusia termotivasi untuk memenuhi segala kebtuhan dalam hidupnya. Semua kebtuhan ini terkandung dalam sebuah tingkatan (hierarki) dari mulai yang rendah atau bersifat fisiologis dasar sampai yang paling tinggi atau bersifat aktualisasi diri. Berikut hierarki kebutuhan tersebut:
1.    Kebutuhan fisiologis atau dasar
2.   Kebutuhan akan rasa aman
3.   Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4.   Kebutuhan untuk dihargai
5.   Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Kebutuhan fisiologis adalah tingkatan paling dasar (basic needs) menurut maslow yang meliputi kebutuhan akan makan, udara, minuman, dan sebagainya. Jika tidak dipenuhi dalam keadaan yang ekstrem maka orang tersebut akan kehilangan kendali atas perilakunya sendiri karena kapasitasnya dipusatkan untuk kebutuhan basic needs ini.
Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi muncul kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan ini berhubungan dengan jaminan kemanan, stabilitas, perlindungan, bebas dari rasa cemas dan takut. Karena ada kebutuhan ini maka manusia membuat undang-undang, membuat sistem, pension dan sebagainya. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akan muncul sifat-sifat yang negative.
Setelah kebutuhan akan rasa aman dipenuhi, maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan disayangi. Setiap orang pasti ingin memiliki hubungan yang akrab dan nyamanbahkan mesra dengan orang lain. Ingin sekali mencintai dan dicintai. Jika seseorang tidak memiliki keluarga akan merasa sebatang kara, sedangkan orang yang pengganguran merasa tidak berharga. Kondisi ini menurunkan harga diri orang tersebut.
Selanjutnya setelah kebutuhan akan dimiliki dan disayangi terpenuhi maka akan muncul kebutuhan akan harga diri. Pertama adalah kebutuhan akan kekuasaan, kompetensi, dan percaya diri. Kedua adalah kebutuhan akan penghargaan, status, dan kebanggaan. Orang yang terpenuhi akan kebutuhan harga diri akan percaya diri dan tidak bergantung dengan orang lain.
Selanjutnya setelah harga diri dipenuhi muncullah kebutuhan untuk aktualisasi diri. Kebutuhan ini saling mengisi satu sama lain. Jika kebbutuhan ini tidak terpenuhi akan muncul sikap kebosanan, apatisme, dan keputus asaan.
Sumber:
Schultz, Duane.1991. Psikologi pertumbuhan (Model
Kepriadian sehat). Yogyakarta: Kanisius

4)  Ciri-ciri kepribadian yang sehat oleh Erich fromm
Menurut erich fromm manusia adalah makhluk social. Berdasarkan hal tersebut, salah satu ciri kepribadian ang sehat adalah kemampuan untuk hidup pada masyarakat social. Masyarakat sangat penting peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian seseorang merupakan hasil dari proses social.masyarakat sangat penting sekali untuk membentuk kepribadian.
Menurut fromm ada 5 watak social dalam masyarakat: 1. Penerimaan, 2. Penimbunan, 3. Penjualan, 4. Pemerasan, 5. Produktif. Yang benar sehat dari kelima watak ini adalah produktif karena watak ini didorong oleh cinta dan akal budi yang dapat membantu perkembangan pribad dan masyarakat. Lalu, Fromm menyebut 5 tipe yang berbeda tentang cinta, yaitu cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotic, cinta diri, dan cinta ilahi. Menurut beliau cina sangat penting untuk membangun dunia yang lebih baik sebab dicari oleh seluruh masyarakat.
Intinya pribadi yang sehat menurut  Fromm adalah pribadi yang mampu hidup dalam masyarakat social yang ditandai dengan hubungan-hubungan yang manusiawi, diwarnai oleh solidaritas penuh, cinta, dan tidak saling merusak atau menyingkirkan satu dengan yang lainnya. Tujuan hidup seseorang pribadi adalah keberadaan dirinya itu sendiri, bukan pada apa yang dimiliki, pada apa kegunaannya dan fungsinya.
Berikut adalah ciri-ciri kepribadian yang sehat menurut Erich Fromm: mampu mengembangkan hidupnya sebagai makhluk social dalam masyarakat, mampu mencintai dan dicintai, mampu mempercayai dan dipercayai tanpa memanipulasi kepercayaan itu, mampu menjaga jarak antar dirinya dengan masyarakat tanpa merusaknya, memiliki watak social yang produktif, mampu bersolidaritas dengan orang lain tanpa syarat.
Sumber:
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: 
Kanisius
                Schultz, Duane.1991. Psikologi pertumbuhan (Model
Kepriadian sehat). Yogyakarta: Kanisius