Jumat, 04 April 2014

Bentuk-bentuk dalam terapi

Seperti yang kita telah ketahui bahwa bentuk-bentuk terapi dibagi kedalam tiga terapi, yaitu yang pertama terapi supportive, kedua terapi reduactive, dan yang terakhir adalah terapi reconstructive. Berikut akan dijelaskan tentang apa yang dimaksud dari ketiga terapi di atas :
1.       Terapi Supportive adalah suatu bentuk terapi alternatif yang mempunyai tujuan untuk menolong pasien beradaptasi dengan baik terhadap suatu masalah yang dihadapi dan untuk mendapatkan suatu kenyamanan hidup terhadap gangguan psikisnya.
Psikoterapi supportive (supresif atau non spesifik). Tujuan psikoterapi jenis ini ialah menguatkan daya tahan mental yang dimilikinya sehingga lebih bisa menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Lalu seperti yang dikatakan oleh (Maramis, 2005) psikoterapi ini juga berfungsi untuk mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri. Sedangkan menurut Anonym tahun 2001, supportive meningkatkan kemampuan adaptasi lingkungan.
Supportive Therapy dibagi kedalam beberapa bentuk, antara lain adalah Ventilasi yaitu suatu bentuk psikoterapi supportive yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya dan sebagai hasilnya ia akan merasa lega serta keluhannya akan berkurang. Selain ventilasi, ada juga persuasi yaitu suatu bentuk psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya. Selanjutnya ada Reassurance yaitu suatu bentuk psikoterapi supportive yang berusaha meyakinkan kembali kemampuan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya. Lalu ada Sugestive yaitu suatu bentuk psikoterapi supportive yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan hilang. Sedangkan bimbingan juga termasuk kedalam psikoterapi ini yang diartikan sebagai suatu bentuk yang memberi nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian. Terakhir yang tergolong dalam psikoterapi ini adalah penyuluhan (membantu pasien mengerti dirinya sendiri secara lebih baik agar ia dapat mengatasi permasalahannya dan dapat menyesuaikan diri).

2.       Terapi Reeducative adalah mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri., memodifikasikan tujuan dan membangkitkan serta mempergunakan potensi kreatif yang ada. Cara-cara psikoterapi reedukatif antara lain adalah terapi hubungan antar manusia (relationship therapy), terapi sikap (attitude therapy), terapi wawancara (interview therapy) analisa dan sinthesa yang distributif (terapi psikobiologik Adolf Meyer), Konseling terapetik, Terapi case work, Reconditioning, Terapi kelompok yang reedukatik, dan terakhir Terapi somatik 2. Cara-cara psikoterapi reduktif antara lain Terapi hubungan antar manusi (relationship therapy), Terapi sikap (attitude therapy), Terapi wawancara ( interview therapy), Analisan dan sinthesa yang distributif (terapi psikobiologik Adolf meyer), Konseling terapetik, Terai case work, Reconditioning, Terapi kelompok yang reduktif, dan terakhir Terapi somatic.


3.       Reconstructive therapy adalah terapi yang menyelami alam tak sadar melalui teknik seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisa daripada transfersi. Tujuannya adalah untuk merubah kepribadian sehingga tak hanya tercapai suatu penyesuaian diri yang lebih efisien, akan tetapi juga suatu maturasi daripada perkembangan emosional dengan dilahirkannya potensi adaptif baru. Cara-cara psikoterapi rekonstruktif antara lain dengan Psikoanalisa freud dan Psikoanalisa non freud psikoterapi yang berorientasi kepada psikoanalisa dengan cara : asosiasi bebas, analisis mimpi, hipoanalisa/sintesa, narkoterapi, terapi main, terapi kelompok analitik. 1. Beberapa jenis psikoterapi suportif semua dokter kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis katarsis, persuasi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan (konseling) kembali memodifikasi tujuan dan membangktikan serta memprgunakan potensi kreatif yang ada.


Daftar Pustaka:
Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Semiun. Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta. Kanisius
Elvira SD. Kumpulan Makalah Psikoterapi, Balai Penerbit FKUI, 2005: 5,7, 9.




Perbedaan Konseling dan Psikoterapi


Konseling dan Psikoterapi, keduanya sebagai teknik penanganan masalah dalam psikologi tetapi mempunyai cara-caranya tersendiri.

PEMBAHASAN KONSELING
A.    Definisi Konseling
Menurut A.C. English dalam Shertzer & Stone (1974), Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya. Menurut APGA (American Personel Guidance Association) dalam Prayitno (1987 : 25), Konseling adalah hubungan antara seorang individu yang memerlukan bantuan untuk mengatasi kecemasannya yang masih bersifat normal atau konflik atau masalah pengambilan keputusan. Menurut Talbert (1959), Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
Menurut Cavanagh, Konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways). Menurut Tohari Musnawar (1992), Konseling dalam Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Kesemuanya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber pedoman kehidupan umat Islam.
Menurut Schertzer dan Stone (1980), Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya. Menurut Jones (1951), Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.  Prayitno dan Erman Amti (2004:105), Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.


Menurut ASCA (American School Conselor Association), Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya. Menurut Pepinsky & Pepinsky, dalam Schertzer dan Stone (1974), Konseling merupakan interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien. Menurut Smith dalam Sertzer & Stone (1974), Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Menurut Division of Conseling Psychology, Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu. Menurut Blocher dalam Shertzer & Stone (1969), Konseling adalah membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengrauh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang. Menurut Berdnard & Fullmer (1969), Konseling merupakan pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut.
Menurut Lewis, dalam Shertzer & Stone (1974), Konseling adalah proses mengenai seseorang individu yang sedang mengalami masalah (klien) dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang bermasalah yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkan kliennye berperan secara lebih efektif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut Pietrofesa, Konseling merupakan tatap muka yang bersifat rahasia,jenuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli. Terakhir menurut Winkell (2005 : 34), Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli / klien secara tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan atau masalah khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi semuanya.
B.     Tujuan Konseling
Secara umum tujuan konseling adalah agar klien dapat mengubah perilakunya ke arah yang lebih maju (progressive behavior changed), melalui terlaksananya tugas-tugas perkembangan secara optimal, kemandirian dan kebahagiaan hidup. Secara khusus tujuan konseling tergantung dari masalah yang dihadapi oleh masing-masing klien.
Jones (1995:3) menyatakan setiap konselor dapat merumuskan tujuan konseling yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing klien. Sebagai contoh tujuan konseling adalah agar klien dapat memecahkan masalahnya saat ini, menghilangkan emosinya yang negatif, mampu beradaptasi, dapat membuat keputusan, mampu mengelola krisis, dan memiliki kecakapan hidup (lifeskill).
McLeod, (2008:13-14) menjabarkan tujuan-tujuan konseling sebagai berikut :
a. Pemahaman. Adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional mengarah pada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih control rasional daripada perasaan dan tindakan. b. Hubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain.c. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap perasaan dan pemikiran yang selama ini ditahan atau ditolak. d. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subyek kritik dan penolakan. e. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan masalah tertentu yang tidak bias diselesaikan oleh konseli sendiri. f. Aktualisasi diri atau individuasi. Pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau pemenuhan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan. g. Pendidikan psikologi. Membuat konseli mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan tingkah laku. h. Keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan interpersonal. i. Perubahan kognitif. Mengganti kepercayaan yang irasional dan pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancur. j. Perubahan tingkah laku. Mengganti perilaku yang maladaptif.k. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial. l. Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat konseli mampu mengontrol kehidupannya. m. Restitusi. Membantu konseli membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. n. Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli kepada orang lain, membagi pengetahuan, dan mengontribusikan k.ebaikan bersama melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.


C.     Ciri-ciri konseling
Konseling merupakan pelayanan professional yang memiliki ciri-ciri tertentu yang berbeda dengan pelayanan bimbingan yang lain. Combs and Avila (1985:1-2); Brammer and Shostrom (1982:114); Depdiknas (2004:13-14); dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling (2005:6) mengemukakan beberapa ciri konseling yaitu: konseling sebagai suatu profesi bantuan (helping profession), konseling sebagai hubungan pribadi (relationship counseling), konseling sebagai bentuk intervensi (interventions repertoire), konseling untuk masyarakat luas (counseling for all), dan konseling sebagai pelayanan psikopedagogis (psycho-pedagogical service).
D.    Fungsi pelayanan konseling
Pelayanan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan konseling. Fungsi tersebut mencakup; fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, serta fungsi advokasi. Kelima fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:
Fungsi pemahaman (understanding function)
Fungsi pemahaman yaitu fungsi konseling yang menghasilkan pemahaman bagi klien atau kelompok klien tentang dirinya, lingkungannya, dan berbagai informasi yang dibutuhkan. Pemahaman diri meliputi pemahaman tentang kondisi psikologis seperti: intelegensi, bakat, minat, dan ciri-ciri kepribadian, serta pemahaman kondisi fisik seperti kesehatan fisik (jasmaniah). Pemahaman lingkungan mencakup: lingkungan alam sekitar dan lingkungan sosial, sedangkan pemahaman berbagai informasi yang dibutuhkan: informasi pendidikan dan informasi karier.
Fungsi pencegahan (preventive function)
Fungsi pencegahan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi tercegahnya atau terhindarnya klien atau kelompok klien dan berbagai permasalahan yang mngkin timbul, yang dapat mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam kehidupan dan proses perkembangan.
Fungsi pengentasan (curative function)
Fungsi pengentasan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan klien atau kelompok klien untuk memecahkan masalah-masalah yang dialaminya dalam kehidupan dan/atau perkembangannya.
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan (development and preservative)
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi konseling yang menghasilkan kemampuan klien atau kelompok klien untuk memelihara dan mengembangkan berbagai potensi atau kondisi yang sudah baik agar tetap menjadi baik untuk lebih dikembangkan secara mantap dan berkelanjutan.
Fungsi advokasi
Fungsi advokasi adalah fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap berbagai bentuk pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan dan perkembangan yang dialami klien atau kelompok klien.




E.     Teknik konseling
Dalam proses konseling, konselor harus mampu menggali perasaan dan pikiran konseli. Proses penggalian ini membutuhkan sebuah teknik khusus agar pertanyaan/pernyataan yang dilontarkan konselor kepada konseli dapat menghipnosis konseli untuk semakin terbuka. Untuk itu, konselor harus menguasai teknik-teknik konseling secara verbal (dengan kata-kata) maupun nonverbal.
1.    Teknik konseling verbal
Menurut Winkell (1991:316), teknik konseling verbal adalah tanggapan–tanggapan verbal yang diberikan konselor, yang merupakan perwujudan kongkret dari maksud pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu.
Ungkapan konselor kepada konseli akan menggunakan sebuah teknik verbal atau lebih, tergantung pada intensitas pertemuannya. Tanggapan verbal konselor akan dituangkan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan, kalimat tanya, atau komibanasi dari pernyataan dan kalimat tanya. Teknik-teknik konseling secara verbal adalah sebagai berikut (Winkell, 1991:316):

a.    Ajakan untuk memulai (invitation to talk)
Pada akhir fase pembukaan konselor mempersilahkan konseli untuk mulai menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Jika konseli dating kepada konselor atas inisiatifnya sendiri, ajakan untuk memulai ini akan mudah ditangkap oleh konseli. Akan tetapi, jika konseli dating kepada konselor karena dipanggil, konselor harus sangat bijaksana dalam menentukan terhadap siapa dan kapan teknik ini digunakan. Usul/saran biasanya digunakan/diberikan dalam fase penyelesaian masalah.
Contoh:
Ko : waktu yang tepat seandainya saudara ingin membicarakan pemilihan jurusan kepada ibu saudara adalah pada saat acara santai dengan keluarga. Bagaimana?
Ko : kalau boleh saya usul, waktu yang tepat adalah setelah makan malam, bagaimana?
b.    Penolakan (criticism)
Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan pertimbangan objektif, yang bersifat menolak pandangan, tindakan, atau rencana konseli. Akan tetapi, pemberian teknik ini harus sangat hati-hati karena penyampaian yang tidak tepat bias merusak hubungan dalam proses konseling. Dalam hal tindakan moral dan pendidikan, teknik ini akan mudah digunakan.
PEMBAHASAN PSIKOTERAPI
A. Sejarah Psikoterapi
Psikoterapi berawal dari upaya menyembuhkan pasien yang menderita penyakit jiwa berabad-abad yang lalu dengan orientasi mistik. Upaya mengusir roh jahat dengan cara tidak manusiawi (mengisolasi, mengikat, memasung, memukul). kemudian Philipe Pinel Melakukan pendekatan bersifat manusiawi, yang berorientasi pada kasih sayang (love oriented approach) dan mendirikan asylum. Lalu, Anton Mesmer Mempergunakan teknik hypnosis & sugesti.

B. Definisi Psikoterapi Menurut Para Ahli
Menurut Carl Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakansuatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini juga digunakan untuk orang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua.Menurut pendapat Jung ini, bangunan psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharan dan pengembangan jiwa yang sehat).
Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
C. Kegunaan Psikoterapi

1. Membantu penderita dalam memahami dirinya, mengetahui sumber-sumber psikopatologi dan kesulitan penyesuaian diri, memberi perspektif masa depan yang lebih cerah.
2. Membantu penderita mendiagnosis bentuk-bentuk psikopatologi, dan
3. Membantu penderita menentukan langkah-langkah praktis dan pelaksanaan pengobatannya.
Berikut adalah perbedaanya :
Konseling merupakan proses wawancara tatap muka antara dua orang (konselor dan klien) yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada klien, sehingga klien dapat memecahkan masalahnya dan lebih berkembang dalam kehidupan sekarang dan masa depannya. Konseling lebih berpusat pandang masa kini dan masa yang akan datang melihat dunia klien. Klien tidak dianggap sakit mental dan hubungan antara konselor dan klien itu sebagai teman yaitu mereka bersama-sama melakukan usaha untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama bagi orang yang ditangani tersebut. Konselor mempunyai nilai-nilai dan sebagainya, tetapi tidak akan memaksakannya kepada individu yang dibantunya konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku, teknik-teknik yag dipakai lebih bersifat manusiawi. Konselor bekerja dengan individu yang normal yang sedang mengalami masalah.
Sedangkan pengertian Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-psinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran dan perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu. Psikoterapi lebih berpusat pada pndangan masa yang lalu dan melihat masa kini individu, klien dianggap sakit mental. Klien dianggap sebagai orang sakit dan ahli psikoterapi (terapis) tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk membantu merumuskan tujuan-tujuan, terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu kepada orang yang ditolongnya. Psikoterapis berpusat pada usaha pengobatan teknik-teknik yang dipakai adalah yang telah diresepkan, terapi bekerja dengan “dunia dalam” dari kehidupan individu yang sedang mengalami masalah berat, psikologi dalam memegang peranan.
Untuk memahami berbagai hal yang berkaitan dengan psikoterapi dan konseling maka berikut adalah ulasan pembahasan untuk membedakannya, yaitu:
Mengenai Tujuan
Konseling bertujuan membantu seseorang dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan agar bisa berlangsung lancar . Hahn&MacLean (1955), mengemukakan mengenai tujuan konseling yakni menitikberatkan pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak dirinya tidak timbul sedangkan psikoterapi terlebih dahulu menangani penyimpangan yang merusak dan baru kemudian menangani usaha pencegahannya.
Blocher(1966) membedakan konseling dan psikoterapi dengan melihat pada tujuannya,secara singkat yaitu pada Konseling terdapat developmental – educative – preventive. Sedangkan pada psikoterapi terdapat remediative – adjustive – therapeutic.
Mengenai Klien, Konselor dan Penyelenggaranya
Secara tradisional mudah membedakannya karena pada konseling, konselor menghadapi klien yang normal, sebaliknya pada psikoterapi menghadapi klien (pasien) yang mengalami neurosis atau psikosis.

Mengenai Klien dan Konselor, Blocher(1966)mengemukakan ciri-cirinya untuk membedakan antara konseling dan psikoterapi yaitu klien yang menjalani konseling tidak digolongkan sebagai penderita penyakit jiwa, tapi sebagai orang yang mampu memilih tujuannya,keputusannya dan bertanggung jawab terhadap perbuaannya. Konseling dipusatkan pada keaadaan sekarang dan yang akan datang.
Klien adalah klien dan bukan pasien. Maka konselor tidaklah netral secara moral atau tidak bermoral, melainkan memiliki nilai,perasaan dan normanya sendiri. Konselor memusatkan pada perubahan perilaku,tidak hanya menumbuhkan pengertian.
Perbedaan konseling dan psikoterapi disimpulkan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yaitu konseling untuk klien, Gangguan yang kurang serius, Masalah jabatan, pendidikan, Berhubungan dengan pencegahan, Lingkungan pendidikan dan non medis, Berhubungan dengan kesadaran, dan Metode pendidikan. Sedangkan psikoterapi untuk Pasien, Gangguan yang serius, Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan, Berhubungan dengan penyembuhan, Lingkungan medis, Berhubungan dengan ketidaksadaran.
   

Sumber :
Gunarsa,Singgih D.(2007).Konseling dan psikoterapi.Jakarta: Gunung Mulia
Wirawan S. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Kaplan H.I. & Sadock BJ Psychotherapies, in Comprehensive Textbook of Psychiatry, Chapter 31, Eight Edition, Vol.2, William & Wilkins, Baltimore, 2004,  1767-70.
Gabbard G.O. Individual Psychotherapy, in Psychodynamic Psychiatry Clinical Practice – The DSM – IV Edition, American Psychiatric Press, 2000, 91-5.
Lubis DB & Elvira SD. Penuntun Wawancara Psikodinamik dan Psikoterapi. Balai Penerbit FKUI, 2005: 10-12
Janis I.L. Problems of Short-term Counseling, in Short-term Counseling, Yale University Press, New Haven and London, 1983, 8-10.
Karasu T.B.  Psychotherapies:  An Overview,  American J. Psychiatry, 134 : 8, 1977,  857- 8.
Weissman M.M. & Markowitz, J.C., Interpersonal Psychotherapy,

Pengertian Psikoterapi

Dalam dunia Psikologi, Psikoterapi bukanlah hal yang sangat asing lagi melainkan hal yang sangat sering didengar. Berikut ini adalah beberapa pengertian dari Psikoterapi :
Wolberg, mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan skimtom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif. Corsini mengungkapkan psikoterapi sebagai suatu proses formal dan interaksi antara dua pihak yang memiliki tujuan untuk memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress).


Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara pasien dan terapis yang menggunakan prinsip-prinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran, dan perasaan pasien supaya membantu pasien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu. Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan dan perilaku.
Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa, pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping psikofarmaka dan terapi fisik.
 

Sebetulnya dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip dan beberapa kaidah yang ada dalam psikoterapi ternyata juga digunakan, antara lain dalam konseling, pendidikan dan pengajaran, atau pun  pemasaran. Dalam praktek, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi. Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta perilakunya secara mendalam, dan hal ini sering tidak kita sadari. Beberapa contohnya, antara lain seorang penakut, dapat berubah menjadi berani, atau, dua orang yang saling bermusuhan satu sama lain, kemudian dapat menjadi saling bermaafan, atau, seseorang yang sedih dapat menjadi gembira setelah menjalani percakapan dengan seseorang yang dipercayainya.
 Bila kita amati contoh-contoh itu, akan timbul pertanyaan, apakah sebenarnya yang telah dilakukan terhadap mereka sehingga dapat terjadi perubahan tersebut?  Pada hakekatnya, yang dilakukan ialah pembujukan atau persuasi. Caranya dapat bermacam-macam, antara lain dengan memberi nasehat, memberi contoh, memberikan pengertian, melakukan otoritas untuk mengajarkan sesuatu, memacu imajinasi, melatih, dsb.  Pembujukan ini dapat efektif asal dilakukan pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat, oleh orang yang mempunyai cukup pengalaman.  Pada prinsipnya pembujukan ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai bidang, dan dapat dilakukan oleh banyak orang.
Selain pengertian diatas, Psikoterapi juga didefinisikan sebagai suatu keterampilan dasar yang perlu dimiliki seorang psikiater. Psikoterapi sendiri diawali dan dikembangkan oleh banyak nama besar dalam dunia psikiatri. Salah satunya adalah Sigmund Freud. Psikoterapi merupakan proses interaksi formal antara dua pihak atau lebih, yaitu antara klien dengan psikoterapis yang bertujuan memperbaiki keadaan yang dikeluhkan klien. Seorang psikoterapis dengan pengetahuan dan ketrampilan psikologisnya akan membantu klien mengatasi keluhan secara profesional dan legal.

Dalam dunia kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat perjumpaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir pemberian terapi. Apa pun hasil pengobatan, berhasil atau pun tidak, dokter akan mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya; hal itu pun dilakukan melalui pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk dapat membentuk dan membina hubungan dokter-pasien  tersebut, seorang dokter dapat mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi.
Orang yang melakukan psikoterapi disebut Psikoterapis (Psychotherapist). Seorang psikoterapis bisa dari kalangan dokter, psikolog atau orang dari latar belakang apa saja yang mendalami ilmu psikologi dan mampu melakukan psikoterapi.

Ciri-ciri dari definisi mengenai psikoterapi ini, dijelaskan dibawah ini :
A.     Interaksi Sistematis
Psikoterapi adalah suatu proses yang menggunakan suatu interaksi antara kline dan terapis. Kata sistematis di sini berarti terapis menyusun interaksi-interaksi dengan suatu rencana dan tujuan khusus yang menggambarkan segi pandangan teoritis terapis.
B.      Prinsip-prinsip Psikologis
Psikoterapis menggunakan prinsip-prinsip penelitian, dan teori-teori psikologis serta menyusun interaksi teraupetik.
C.      Tingkah Laku, Pikiran dan Perasaan
Psikoterapi memusatkan perhatian untuk membantu pasien mengadakan perubahan-perubahan behavioral, kognitif dan emosional serta membantunya supaya menjalani kehidupan yang lebih penuh perasaan. Psikoterapi mungkin diarahkan pada salah satu atau semua ciri dari fungsi psikologis ini.
D.     Tingkah Laku Abnormal, Memecahkan Masalah, dan Pertumbuhan Pribadi
Sekurang-kurangnya ada tiga kelompok klien yang dibantu oleh psikoterapi. Kelompok pertama adalah orang-orang yang mengalami masalah-masalah tingkah laku yang abnormal, seperti gangguan suasana hati, gangguan penyesuaian diri, gangguan kecemasan atau skizofrenia. Untuk beberapa gangguan ini, terutama gangguan bipolar dan skizofrenia, terapi biologis umumnya memegang peranan utama dalam perawatan. Meskipun demikian, selain perawatan biologis, psikoterapi membantu pasien belajar tentang dirinya sendiri dan memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan memudahkannya menanggulangi tantangan hidup dengan lebih baik. Kelompok kedua adalah orang-orang yang meminta bantuan untuk menangani hubungan-hubungan yang bermasalah atau menangani masalah-masalah pribadi yang tidak cukup berat dianggap abnormal, seperti perasaan malu atau bingung mengenai pilihan-pilihan karir. Kelompok ketiga  adalah orang-orang yang mencari psikoterapi karena psikoterapi dianggap sebagai sarana untuk memperoleh petumbuhan pribadi. Bagi mereka, psikoterapi adalah sarana untuk penemuan diri dan peningkatan kesadaran yang akan membantu mereka untuk mencapai potensi yang penuh sebagai manusia.

JENIS-JENIS PSIKOTERAPI
a. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:
1 Psikoterapi Suportif:
Tujuannya adalah untuk mendukung funksi-funksi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada, memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik, dan perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif. Cara atau pendekatannya adalah bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.
2  Psikoterapi Reedukatif:
Tujuannya adalah mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Cara atau pendekatannya adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama.
3. Psikoterapi Rekonstruktif:
Tujuannya dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang. Cara atau pendekatannya adalah psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.
b. Menurut “dalamnya”, psikoterapi terdiri atas:
1. ”superfisial”, yaitu yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada “permukaan”, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yangdirepresi.
2. “mendalam” (deep), yaitu yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.
c. Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretative.
d. Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan menjadi:
Psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang “keliru”; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.
e. Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital atau pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok)
Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya komunikasi, persepsi,dll. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien (misalnya enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis. Metode dan caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang interpretatif dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.

f.  Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dll.
g. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.
h. Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak dipakai antara lain adalah konseling, terapi interpersonal, dan  intervensi krisis.
Konseling menurut para ahli sebetulnya tidak termasuk psikoterapi, oleh karena tidak memenuhi kriteria dan batasannya, antara lain teknik, tujuan dan orang yang melakukannya, walaupun hubungan yang terjadi di dalamnya juga merupakan “the helping relationships”.  Konseling bukan hanya hubungan profesional antara dokter-pasien, tetapi dapat dilakukan dalam berbagai bidang profesi, misalnya guru, pengacara, penasehat keuangan.

SUMBER :
Thong, Denny. 2011. Memanusiakan Manusia Menata Jiwa Membangun Bangsa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Kaplan H.I. & Sadock BJ Psychotherapies, in Comprehensive Textbook of Psychiatry, Chapter 31, Eight Edition, Vol.2, William & Wilkins, Baltimore, 2004,  1767-70.
Gabbard G.O. Individual Psychotherapy, in Psychodynamic Psychiatry Clinical Practice – The DSM – IV Edition, American Psychiatric Press, 2000, 91-5.
Lubis DB & Elvira SD. Penuntun Wawancara Psikodinamik dan Psikoterapi. Balai Penerbit FKUI, 2005: 10-12
Elvira SD. Kumpulan Makalah Psikoterapi, Balai Penerbit FKUI, 2005: 5,7, 9.
Gabbard GO. Long-Term Dynamic Psychotherapy, American Psychiatric Press, 2004, 91-5.
Jackson SW. The Listening Healer in the History of Psychological Healing. Am J of Psychiatry: Dec. 1992
Green B. Psychotherapy, in Problem-based Psychiatry, Churchill Livingstone, Medical Division of Pearson Professional Ltd., 1996, 140-3.
Wolberg L.R. What is Psychotherapy?  in  The Technique os Psychotherapy, Part One, Grune & Stratton, New York, San Fransisco, London,1977,  3-4, 15-6
Lubis D.B. Wawancara  Psikiatrik, dalam Pengantar  Psikiatri  Klinik, Balai  Penerbit  FKUI,  1989, 58-9, 97, 106, 112.
Janis I.L. Problems of Short-term Counseling, in Short-term Counseling, Yale University Press, New Haven and London, 1983, 8-10.
Karasu T.B.  Psychotherapies:  An Overview,  American J. Psychiatry, 134 : 8, 1977,  857- 8.
Weissman M.M. & Markowitz, J.C., Interpersonal Psychotherapy.
Semium, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius